Coaching Penanganan Pornografi: Tingkatkan Pemahaman Hukum dan Penindakan

Jakarta, 20 Maret 2025 – Asisten Deputi Ketahanan Keluarga dan Pembangunan Kependudukan, Kemenko PMK, Ir. Mustikorini Indrijatiningrum, M.E., yang akrab disapa Indri menekankan pentingnya pelibatan ahli dalam penanganan kasus pornografi.

“Penanganan kasus pornografi membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan keahlian khusus. Pornografi tidak hanya merupakan pelanggaran hukum, tetapi juga berpotensi membuka jalan bagi berbagai tindak kriminal lainnya,” ujar Indri dalam sambutannya pada Coaching Penanganan Pornografi: Pendekatan Keterangan Ahli untuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tindak Pidana Pornografi di Jakarta.

“Keterangan ahli tidak hanya memperkuat bukti hukum, tetapi juga menjadi landasan bagi hakim dalam menjatuhkan keputusan yang lebih adil dan berpihak kepada korban,” imbuhnya.

Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Agama, Imam Syaukani dalam sambutan pembukaan menyampaikan pentingnya Coaching Penanganan Pornografi ini mengingat saksi ahli penanganan pornografi jumlahnya masih sangat terbatas.  Oleh karena itu dibutuhkan saksi ahli yang memadai dalam penanganan pornografi.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Aparatur Sipil Negara termasuk anggota Sub-Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi dan analis perencana hukum dalam menangani tindak pidana pornografi. Acara ini menghadirkan narasumber, Peri Umar Farouk yang memberikan pemahaman mendalam terkait aspek hukum dan analisis kasus tindak pidana pornografi.

Urgensi Penanganan Pornografi

Dalam acara tersebut, Indri menyoroti fenomena pornografi yang semakin berkembang di era digital. Berdasarkan data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC, 2024), insiden pornografi anak secara daring meningkat dari 6.875.432 kasus pada 2020 menjadi 7.628.257 kasus pada 2024. Jika dibiarkan, hal ini dapat menjadi “bom waktu” yang berdampak pada meningkatnya kejahatan seksual dan penyakit sosial dalam masyarakat.

Pornografi, lanjut Indri, tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan sosial seperti kekerasan seksual, pelecehan, hingga kerentanan keluarga. Oleh karena itu, pemerintah terus memperkuat regulasi yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi, termasuk melalui Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sesi Pelatihan dan Analisis Kasus

Pada sesi pertama coaching, narasumber membahas doktrin dan analisis tindak pidana pornografi berdasarkan UU Pornografi. Peserta diajak untuk memahami kategorisasi produk dan jasa pornografi yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), serta pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku. Selain itu, pelatihan ini juga menyoroti pemberatan hukuman bagi pelaku yang melibatkan anak-anak, dengan ancaman pidana yang dapat ditambah sepertiga dari maksimum hukuman yang berlaku. Korporasi yang terlibat dalam tindak pidana pornografi juga dapat dikenai denda hingga tiga kali lipat dari ketentuan pidana denda dalam setiap pasal.

Pada sesi kedua, peserta melakukan analisis kasus nyata terkait tindak pidana pornografi. Peserta diberikan tugas untuk merinci konten kasus, perbuatan pelaku, pasal yang dilanggar, serta kemungkinan pengecualian berdasarkan UU Pornografi. Narasumber memberikan koreksi dan penilaian mendalam untuk meningkatkan pemahaman peserta tentang pola-pola tindak pidana pornografi secara komprehensif.

 

Komitmen Bersama dalam Penanganan Pornografi

Dengan pendekatan edukatif dan kolaboratif, kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam menangani isu pornografi secara efektif di Indonesia. Pemerintah juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama berkomitmen menciptakan lingkungan yang aman bagi generasi mendatang dan memerangi segala bentuk pornografi yang merusak nilai moral dan sosial.

Kemenko PMK berharap kegiatan ini memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang peran saksi ahli dalam penanganan kasus pornografi serta meningkatkan kesadaran pentingnya perlindungan terhadap korban. “Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi generasi mendatang dan memerangi segala bentuk pornografi yang merusak; membentengi diri dan keluarga dari ampak negative media social dan bahaya pornografi dan pornoaksi,”” pungkas Indri.